TUGAS METODE ILMIAH PROPOSAL PENELITIAN STUDI PEMBUATAN DODOL DARI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DENGAN PENAMBAHAN KACANG HIJAU (Phaseolus eureus)
STUDI PEMBUATAN DODOL DARI RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DENGAN PENAMBAHAN KACANG HIJAU (Phaseolus eureus)
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH :
ZADRAK RUIMASSA
2011-67-026
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL
PERIKANAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2013
LEMBARAN PENGESAHAN
Poposal ini
telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan diketahui oleh ketua jurusan
PROPOSAL PENELITIAN
OLEH :
ZADRAK RUIMASSA
2011-67-026
MENYETUJUI
PEMBIMBIMBING I
Ir.
E. LOKOLLO, M.Si
|
PEMBIMBIMBING II
Ir.
J. M. LOUHENAPESSY
|
NIP.
19660327 199203 1 002
|
NIP. 19600202 199002 2 001
|
MENGETAHUI
KETUA JURUSAN
Ir. L. M. SOUKOTTA, MP
NIP 19590529 198503 2 003
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
tuntunan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan
judul “Studi
Pembuatan Dodol Dari Rumput Laut (Eucheuma
Cottonii) dengan Penambahan Kacang Hijau (Phaseolus Eureus)”.
Penyusunan
proposal penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1.
Ir. L. M. Soukotta, MP, selaku Ketua
Jurusan yang telah memberikan kesempatan bagi Penulis untuk melaksanakan
Penelitian.
2.
Ir. E. Lokollo, M.Si dan Ir. J. M.
Louhenapessy selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang atas kesediaannya dalam
membimbing Penulis.
3.
S. Lewerissa, S.Pi, MP, selaku Penasehat
Akademik yang telah banyak memberikan perhatian dan dorongan bagi Penulis
selama ini.
4.
Papa, Mama dan kedua adikku yang selalu
memberikan dukungan dan doa bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan proposal
ini.
Demikian
penulisan ini dibuat dengan segala keterbatasan. Untuk itu, kritik dan saran
membangun sangat Penulis harapkan demi penyempurnaan penulisan ini.
Ambon, November 2013
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR
TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR
GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR
LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian…………………………………………………….2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut (Eucheuma cottonii).................................................... 3
2.2 Kandungan Rumput Laut.................................................................. 4
2.3 Kacang Hijau (Phaseolus radiates).................................................... 6
2.4 Dodol............................................................................................ … 9
2.5 Bahan Tambahan............................................................................... 14
a. Tepung beras ketan............................................................................ 14
b. Gula................................................................................................... 15
c. Santan Kelapa ................................................................................... 16
2.6 Uji Sensori........................................................................................ 17
a. Metode Perbandingan Berganda....................................................... 17
b. Metode Hedonik................................................................................ 18
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Alat ………………………………………………………………..20
3.2 Bahan ……………………………………………………………..20
3.3 Metode Penelitian
3.3.1
Prosedur
Penelitian .................................................. 20
3.3.1.1 Penelitian Pendahuluan............................. 20
3.3.1.2 Penelitian Utama................................. …... 21
3.3.2 Perlakuan............................................................. …
. 24
3.3.2
Pengamatan…………………………………………….24
3.3.3
Metode Analisa……………………………………
24
3.3.4
Analisa Data ………………………………………..28
3.3.5
Waktu dan Tempat
Penelitian………………………28
DAFTAR
PUSTAKA ..................................................................................... 29
DAFTAR
LAMPIRAN .................................................................................. 30
DAFTAR TABEL
NO Judul Halaman
1. Komponen Nutrisi Rumput Laut Eucheuma
cottonii ............................... 5
2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Dalam 100 g Bahan.................................... 8
3. Syarat
Mutu Dodol Menurut SNI No. 01-2986-1992.................................
11
4. Resep
Dasar Pembuatan Dodol.................................................................... 11
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1.
Diagram Alir
Pembuatan Bubur Kacang Hijau..............................................
22
2.
Diagram Alir
Pembuatan Bubur Rumput Laut.............................................. 22
3.
Diagram Alir
Pembuatan Dodol dari Rumput Laut
(Eucheuma cottonii) Penambahan
Kacang Hijau (Phaseolus aureus).................................................................. 23
(Eucheuma cottonii) Penambahan
Kacang Hijau (Phaseolus aureus).................................................................. 23
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumput
laut merupakan komoditi hasil laut yang sangat penting. Komoditi ini paling
banyak dibudidayakan di indonesia yaitu genus eucheuma yang tersebar
hampir diseluruh wilayah indonesia. Selain memiliki banyak kegunaan juga
akan bernilai ekonomis setelah mendapatkan penanganan lebih lanjut. Pada
umumnya penanganan pasca panen rumput laut oleh petani hanya sampai pengeringan saja.
Kacang
hijau merupakan tanaman yang tumbuh subur di daerah tropika seperti di negara
kita. Tumbuhan ini memiliki banyak manfaat salah satunya yaitu sebagai sumber
bahan pangan berprotein nabati tinggi. Hingga saat sekarang di masyarakat
cenderung hanya mengolah kacang hijau ini sebagai bubur dan menu sayuran.
Kacang hijau dapat diolah menjadi bubur kacang hijau yang kemudian diolah lebih
lanjut untuk meningkatkan nilai gizi pada bahan pangan.
Makanan ringan,
jajanan atau cemilan tidak dapat lagi dipisahkan dari kebutuhan masyarakat.
Namun sering kali cemilan yang dikonsumsi kurang baik, karena tidak memberi
kontribusi zat gizi yang beragam dan tentunya juga bisa diterima secara
organoleptik. Oleh karena itu, diperlukan suatu produk alternatif cemilan yang
memiliki kandungan gizi yang baik. Dodol merupakan produk makanan kecil atau
jajanan yang banyak beredar di masyarakat. Dodol memiliki rasa manis, gurih dan
legit. Salah satu bentuk pengolahan rumput laut untuk meningkatkan daya gunanya
yaitu dengan diversifikasi produk dengan mengolahnya menjadi dodol rumput laut
dengan penambahan kacang hijau. Dalam pengolahan dodol yang menggunakan bahan
baku rumput laut (Euchema cottonii) diharapkan tekstur dodol menjadi lebih lunak dan
kaya akan serat terutama serat larut air
dan di harapkan pula dengan penambahan
kacang hijau dapat meningkatkan kadar protein nabati dari produk dodol rumput
laut ini. Oleh karena itu perlu
diketahui lebih lanjut perbandingan rumput laut dan tepung beras ketan yang
digunakan dengan jumlah penambahan kacang hijau pada pembuatan dodol rumput
laut ini.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi pembuatan dodol rumput laut,
mengetahui perlakuan terbaik dari uji kimia dan sensori dengan perbandingan
rumput laut dan tepung beras ketan yang di gunakan juga penambahan kacang hijau
pada kualitas dodol rumput laut.
1.3 Manfaat Penelitian
Dari hasil
penelitian ini diharapkan pengolahan dodol rumput laut dewngan penambahan kacang
hijau ini akan menjadi alternatif pilihan masyarakat dalam mengkonsumsi cemilan
sehat dengan tekstur yang lebih legit dan kaya akan serat dari rumput laut dan
protein nabati dari kacang hijau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumput Laut
Rumput laut atau sea weeds merupakan komoditi hasil laut
yang melimpah di Indonesia. Pada mulanya orang menggunakan rumput laut hanya
untuk sayuran. Waktu itu tidak terbayang zat apa yang ada di dalam rumput laut.
Umum diketahui bahwa rumput laut aman atau tidak berbahaya untuk dikonsumsi.
Dengan berjalannya waktu pengetahuan berkembang kini kandungan dari rumput laut
digunakan agar bermanfaat seoptimal mungkin tidak hanya sebagai bahan pangan
yang dikonsumsi langsung secara sederhana tetapi juga merupakan bahan dasar
pembuatan produk pangan rumah tangga maupun industri makanan skala besar
(Anggadireja, dkk., 2006).
Rumput laut dapat
menghasilkan devisa serta pendapatan masyarakat terutama masyarakat pesisir.
Karena rumput laut yang utamanya dari kelas rhodophyceae
(ganggang merah) selain mengandung karaginan dan agar-agar juga mempunyai
kandungan gizi yang penting yaitu yodium. Rumput laut mengandung karagenan
sehingga pada saat pemanasan dapat berfungsi sebagai stabilisator yang dapat
menyatukan atau mengikat partikel bahan dengan kandungan airnya (Winarno,
1990).
Rumput laut sebagai
salah satu sumber hayati laut bila diproses akan menghasilkan senyawa
hidrokoloid yang merupakan produk dasar (hasil dari metabolisme primer).
Senyawa hidrokoloid sangat diperlukan keberdaannya dalam suatu produk karena
berfungsi sebagai pembentuk gel (gelling
agent), penstabil (stabilizer),
pengemulsi (emulsifier), pensuspensi
(suspending agent). Senyawa
hidrokoloid pada umumnya dibangun oleh senyawa polisakarida rantai panjang dan
bersifat hidrofilik (suka air). Rumput laut yang digunakan jenis Eucheuma cottoni berikut adalah
taksonomi dari Rumput menurut Anggadireja, dkk., (2006). jenis Eucheuma cottonii :
Division
: Rhodophyta
Kelas : Rhodophyta
Bangsa : Gigartinales
Suku : Solierisceae
Marga : Eucheuma
Jenis : Eucheuma cottonii (Kappaphycus alvarezii)
2.2 Kandungan rumput laut
Rumput laut adalah
bahan pangan berkhasiat, kandungan serat (dietary fiber) pada rumput laut
sangat tinggi. Serat
dalam makanan atau disebut juga serat makanan umumnya berasal dari serat buah
dan sayuran atau sedikit yang berasal dari biji-bijian dan serealia. Serat
makanan terdiri dari serat kasar (crude fiber) dan “serat makanan” (dietary
fiber). Serat kasar adalah serat yang secara laboratorium dapat menahan asam kuat
(acid) atau basa kuat (alkali), sedangkan serat makanan adalah bagian dari
makanan yang
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (Wisnu, 2010). Almatsier (2009) menyatakan bahwa, ada 2 macam golongan serat yaitu yang tidak dapat larut dalam air dan yang dapat larut air. Serat yang tidak dapat larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat yang dapat larut dalam air adalah pektin, gum, mucilage, glikan dan alga. Serat yang terdapat pada karaginan merupakan bagian dari serat gum yaitu jenis serat yang larut dalam air.
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan (Wisnu, 2010). Almatsier (2009) menyatakan bahwa, ada 2 macam golongan serat yaitu yang tidak dapat larut dalam air dan yang dapat larut air. Serat yang tidak dapat larut air adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Serat yang dapat larut dalam air adalah pektin, gum, mucilage, glikan dan alga. Serat yang terdapat pada karaginan merupakan bagian dari serat gum yaitu jenis serat yang larut dalam air.
Serat
mempunyai peran yang penting bagi kesehatan tubuh. Almatsier (2009) menyatakan
bahwa, serat sangat penting dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh.
Kekurangan Serat dapat menyebabkan konstipasi, apenaistis, alverculity,
hemoroid, diabetes melitus,penyakit jantung koroner dan batu ginjal.
Menambahkan kebutuhan serat untuk manusia sangatlah bervariasi menurut pola
makan dan tidak ada anjuran kebutuhan sehari secara khusus untuk serat makanan.
Konsumsi Serat rata-rata 25 g/hari dapat dianggap cukup untuk memelihara
kesehatan tubuh.
Serat ini bersifat mengenyangkan dan
memperlancar proses metabolisme tubuh sehingga sangat baik dikonsumsi penderita
obesitas. Karbohidratnya juga sukar dicerna sehingga rasa kenyang lebih
bertahan lama tanpa takut kegemukan. Rumpul laut juga diketahui kaya akan
nutrisi esensial, seperti enzim, asam nukleat, asam amino, mineral, trace
elements khususnya yodium, dan vitamin A, B, C, D, E dan K. Selain itu, rumput laut juga bisa meningkatkan fungsi pertahanan
tubuh, memperbaiki sistem peredaran darah dan sistem pencernaan (Adhistiana, dkk., 2008). Nilai Nutrisi rumput laut Jenis Eucheuma
cottonii dapat dilihat pada Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Komponen Nutrisi Rumput
Laut Eucheuma cottonii
Komponen
|
Satuan
|
Nilai Nutrisi
|
Kadar Air
|
%
|
13,9
|
Protein
|
%
|
2.6
|
Lemak
|
%
|
0.4
|
Karbohidrat
|
%
|
5.7
|
Serat kasar
|
%
|
0.9
|
Karaginan
|
%
|
67.5
|
Vit. C
|
%
|
12.0
|
Riboflavin
|
(mg/100 g)
|
2.7
|
Mineral
|
(mg/100 g)
|
22.390
|
Ca
|
Ppm
|
2.3
|
Cu
|
Ppm
|
2.7
|
Sumber : BPPT (2011).
Karaginan
merupakan senyawa hidrokoloid komersial dari rumput laut merah (Rhodophyceae) yang banyak digunakan
dalam produk pangan dan industri seperti misalnya dalam pembuatan coklat, susu,
pudding, susu instan, makanan kaleng dan roti. Karaginan memiliki kemampuannya
dalam mengubah sifat fungsional produk yang diinginkan. Beberapa Sifat
fungsional karaginan dalam produk pangan diantaranya adalah sebagai pengemulsi,
penstabil, pembentuk gel, dan penggumpal. Euchema
cottoni sebagai penghasil karaginan mempunyai kandungan serat yang tinggi.
Kadar serat makanan dari rumput laut Eucheuma cottoni Mencapai 67,5% yang
terdiri dari 39,47% Serat makanan yang tak larut air dan 26,03% Serat makanan
yang larut air sehingga karaginan berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan
makanan yang menyehatkan. Hal Ini didasarkan pada banyak penelitian bahwa
makanan berserat tinggi mampu menurunkan kolesterol darah dan gula darah
(Kasim, 2004).
Karaginan
mempunyai sifat pembentuk gel. Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe
karaginan yaitu kappa, iota dan lambda karaginan. Tipe karaginan yang paling
banyak dalam aplikasi pangan adalah kappa karaginan. Eucheuma cottoni dapat menghasilkan kappa karaginan. Kemampuan
membentuk gel adalah sifat terpenting dari kappa karaginan. Kemampuan
pembentukan gel pada kappa karaginan terjadi pada saat larutan panas yang
dibiarkan menjadi dingin karena memiliki gugus sulfat yang paling sedikit dan mudah
untuk membentuk gel (Hadiman, 2012).
2.3 Kacang Hijau
Kacang hijau
(Phaseolus radiatus) yang juga biasa
disebut mungbean merupakan tanaman yang dapat tumbuh hampir di semua tempat di
Indonesia. Berbagai jenis makanan (olahan) asal kacang hijau seperti bubur
kacang hijau, minuman kacang hijau, kue/penganan tradisional, dan kecambah
kacang hijau telah sejak lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sebagai salah
satu famili leguminoceae yang mengandung
protein tinggi yaitu 22.9%/100gr bahan. Dalam menu masyarakat sehari-hari,
kacang-kacangan adalah alternatif sumber protein nabati terbaik. Protein nabati
sehat karena mencukupi kebutuhan kalori protein dan cenderung tidak dikomsumsi
secara berlebihan. Tidak mengandung kolestrol dan lemak jenuh seperti hewani.
Protein nabati mengandung berbagai karbohidrat kompleks vitamin, mineral dan
zat-zat yang membantu menurunkan resiko berbagai jenis penyakit. Telah disadari
bahwa daya cerna protein kacang-kacangan tidak setinggi protein hewani. Protein
kacang-kacangan (nabati) umumnya memiliki asam amino pembatas lebih banyak,
sehingga pemanfaatannya oleh tubuh tidak dapat menandingi protein hewani (Made,
2005). Klasifikasi botani
tanaman kacang hijau yang dikutip dari Anonim (2010) adalah sebagai berikut :
Divisi ;
Spermatophyte
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyladoneae
Family : Leguminoceae (Fabaceae)
Genus : Vigna
Spesies : Phaseolus
Radiatus
Kacang hijau atau Phaseolus
Aureus berasal dari Famili Leguminoseae alias
polong-polongan. Kandungan proteinnya cukup tinggi dan merupakan sumber mineral
penting, antara lain : kalsium dan fosfor yang sangat diperlukan tubuh.
Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh, sehingga aman
dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kelebihan berat badan (Yartati,
2005).
Kacang hijau juga mengandung protein sebanyak 22.9%,
sehingga alternatif terbaik untuk memperoleh protein selain dari ikan adalah
dari kacang-kacangan, termasuk kacang hijau. Bagi orang yang kekurangan vitamin
B1, dapat mengkonsumsi kacang hijau. Vitamin B1 merupakan bagian dari koenzim
yang berperan penting dalam oksidasi karbohidrat untuk diubah menjadi energi.
Tanpa vitamin B1, tubuh akan mengalami kesulitan dalam memecah karbohidrat.
Selain itu, orang yang kekurangan vitamin B1 akan muncul gejala gangguan mood,
sulit berkonsentrasi, dan mudah lelah. Vitamin B2 yang terkandung pada kacang
hijau dapat membantu penyerapan protein di dalam tubuh. Antioksidan yang ada di
kacang hijau sangat baik untuk mencegah penuaan dini dan mencegah penyebaran
sel kanker, dan tentu saja kandungan vitamin E-nya membantu meningkatkan
kesuburan (Purwanti, 2008).
Zat gizi yang
terkandung dalam kacang hijau tergolong lengkap. Mulai dari kalori,
karbohidrat, lemak, protein, serat makanan, aneka jenis vitamin. Mulai dari
vitamin A sampai vitamin K, air, dan aneka jenis mineral semacam boron, cobalt,
besi, fosfor, kalium, magnesium, kalsium, seng terkandung didalamnya. Secara
spesifik kandungan asam amino dalam protein kacang hijau pun sangat lengkap,
baik asam amino essensial (tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didatangkan
dari luar melalui makanan) maupun asam amino non esensial (dapat dibentuk
secara mandiri oleh tubuh).
Menurut Anonim, (2011) Lengkapnya kandungan gizi dalam kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 2. Berikut:
Menurut Anonim, (2011) Lengkapnya kandungan gizi dalam kacang hijau dapat dilihat pada Tabel 2. Berikut:
Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Hijau Dalam 100
gr Bahan.
Komponen
|
Jumlah
|
Air (ml)
|
10
|
Kalori (kal)
|
345
|
Protein (gr)
|
22,2
|
Lemak (gr)
|
1,26
|
Karbohidrat (gr)
|
62,9
|
Kalsium (mg)
|
125
|
Fosfor (mg)
|
320
|
Zat Besi (mg)
|
6,7
|
Vitamin A (RE)
|
10
|
Vitamin B1 (mg)
|
0,64
|
Vitamin C (mg)
|
6,0
|
% BDD (Bagian dapat dikonsumsi)
|
100
|
Sumber : Anonim,
(2011).
Berdasarkan jumlahnya, protein adalah penyusun utama kedua setelah
karbohidrat. Kacang hijau mengandung 20-25% protein. Protein kacang hijau kaya
akan asam amino leusin, arginin, isoleusin dan lisin. Keseimbangan amino pada
kacang hijau sebanding dengan kedelai. Di masyarakat kacang hijau biasanya
hanya dibuat sayur atau bubur kacang hijau. Namun pengolahan Kacang hijau dapat
diolah menjadi bahan setengah jadi yang dapat menjadikan suatu produk yang baru
seperti bubur kacang hijau dan tepung kacang hijau. Tepung adalah bentuk hasil
pengolahan bahan dengan cara penggilingan/penepungan. Proses penggilingan
ukuran bahan diperkecil dengan cara diremuk yaitu bahan ditekan dengan gaya
mekanis. Tepung kacang hijau proses pembuatannya relative mudah yaitu kacang
hijau disortir kemudian dicuci lalu rendam, kukus lalu dinginkan, kemudian
dikeringkan dalam oven. Setelah pengeringan digiling dan diblender, selanjutnya
diayak sehingga diperoleh tepung kacang hijau yang halus dan homogen. Sedangkan
pengolahan bubur kacang hijau dilakukan dengan cara kacang hijau disortir lalu
direbus dan didiamkan selama 8 jam kemudian dikukus dan dihancurkan dengan
penambahan air 1:3 (Made, 2005).
2.4 Dodol
Dodol merupakan makanan tradisional yang cukup populer
dibeberapa daerah di indonesia. Dodol diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dodol
yang diolah dari campuran buah atau bahan lain dan dodol yang dibuat dari
tepung ketan. Dodol buah terbuat dari daging buah yang dihancurkan, kemudian
dimasak dengan penambahan bahan makanan atau berupa penambahan bahan makanan lainnya. Umumnya dodol dibuat dari beras ketan, santan dan gula aren, Namun dodol
yang beredar di masyarakat beranekaragam dan bermacam-macam kualitasnya. Buah-buahan, kacang-kacangan kadang juga
ditambahkan untuk variasi rasa juga
meningkat mutu dari dodol. Dodol merupakan salah satu produk olahan hasil
pertanian yang termasuk dalam jenis makanan yang mempunyai sifat agak basah sehingga
dapat langsung dimakan tanpa dibasahi terlebih dahulu (rehidrasi) dan cukup
kering sehingga dapat stabil dalam penyimpanan (Adriyani, 2006).
Dodol termasuk
jenis makanan setengah basah (Intermediate Moisture Food) yang mempunyai
kadar air 10-40 %; Aw 0,70-0,85; tekstur lunak, mempunyai sifat elastis, dapat
langsung dimakan, tidak memerlukan pendinginan dan tahan lama selama
penyimpanan. Keawetan pangan semi basah sangat tergantung oleh kadar airnya.
Daya simpan pangan semi basah juga banyak dipengaruhi oleh komponen
penyusunnya, aktivitas mikroba, teknologi pengolahan dan sanitasinya, sistem
pengemasan yang dikenakan dan penggunaan bahan pengawet.
Dodol terbuat
dari bahan utama yaitu tepung ketan yang didasarkan atas sifat tepung ketan
yang hampir seluruhnya terdiri dari amilopektin. Sifat molekul amilopektin ini
untuk memperkuat pengikatan air dengan baik, sesuai untuk pembuatan dodol.
Dodol dibuat dengan cara mendidihkan gula, melarutkan santan dan tepung beras ketan
secara bersamaan dengan pengadukan yang konstan sampai matang dengan menghasilkan
suatu produk yang berwarna coklat mengkilap dan tidak lengket saat disentuh (Anonim,
2010)
Menurut standar nasional Indonesia (SNI)
defenisi dodol adalah makanan yang terbuat dari tepung beras ketan, santan
kelapa dan gula atau dengan penambahan bahan makanan dari bahan lain yang
diizinkan. Syarat mutu dodol dapat dilihat pada tabel 3. berikut :
Tabel 3. Syarat Mutu Dodol Menurut SNI No.
01-2986-1992
Kriteria Uji
|
Satuan
|
Persyaratan
|
Bau
|
-
|
Normal/khas dodol
|
Rasa
|
-
|
Normal/khas dodol
|
Warna
|
-
|
Normal/khas dodol
|
Kadar air
|
%b/b
|
Maksimum 20%
|
Jumlah gula sebagai sukrosa
|
%b/b
|
Minimal 45
|
Protein (Nx6,23)
|
%b/b
|
Minimal 3
|
Lemak
|
%b/b
|
Minimal 3
|
Bahan tambahan makanan
|
-
|
Sesuai dengan SNI 0222-M
dan peraturan
MenKes No. 722/Menkes/Per/Lx/88
|
Pemanis buatan
|
-
|
Tidak nyata
|
Cemaran logam
-
Timbal (Pb)
-
Tembaga
-
Seng (Zn)
-
Arsen
|
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
Mg/Kg
|
Maksimum 1.0
Maksimum 10,0
Maksimum 40,0
Maksimum 50,5
|
Cemaran Mikroba
-
Angka Lempeng Total
-
E. coli
-
Kapang Dan Khamir
|
Koloni
APM/G
Koloid/G
|
Maksimum 5x102
3
Maksimum 1x102
|
Sumber : SNI Dodol No. 01-2986-1992 Departemen
Perindustrian
Menurut Idrus (1994), Proses
pembuatan dodol secara umum pada dasarnya terdiri dari 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pembuatan dan
tahap pengemasan. Komposisi dasar dalam pembuatan dodol tersaji pada Tabel 4. berikut
ini :
Tabel 4. Resep Dasar Pembuatan
Dodol
No.
|
Bahan
|
Jumlah
|
1.
|
Tepung beras ketan
|
250 gram
|
2.
|
Gula merah
|
500 gram
|
3.
|
Santan Kental
|
250 gram
|
4.
|
Santan Encer
|
500 gram
|
Sumber : (Idrus,1994)
Tahap persiapan meliputi persiapan
alat dan bahan juga menimbang sesuai dengan perbandingan. Tahapan pembuatan
dodol sebagai berikut :
1.
Direbus santan kental hingga agak
berminyak kemudian sisihkan.
2.
Direbus sebagian santan encer sampai
agak mendidih dan masukkan gula merah hingga larut kemudian saring.
3.
Dicampur sebagian sisa santan encer
dengan tepung beras ketan.
4.
Dididihkan rebusan gula dan masukkan
adonan tepung beras ketan, aduk hingga mengental.
5.
Dimasukkan santan yang agak
berminyak sambil diaduk terus sampai kental dan tidak melekat lagi di wajan
selama 2-3 jam.
6.
Didinginkan dodol di loyang yang
sudah di alasi plastik putih dan tahap akhir yaitu pengemasan dimana dodol yang
telah masak dibungkus dengan kertas minyak atau plastik dengan cara dodol yang
telah matang diambil sebanyak 1 sendok dan diletakkan diatas kertas minyak atau
plastik dan dibungkus sesuai selera.
Menurut Idrus (1994), hal-hal yang
harus diperhatikan dalam pembuatan dodol yaitu bahan-bahan dicampur bersama
dalam kuali yang besar dan dimasak dengan api sedang. Dodol yang dimasak tidak boleh
dibiarkan tanpa pengawasan, karena jika dibiarkan begitu saja, maka dodol
tersebut akan hangus pada bagian bawahnya
dan akan membentuk kerak. Oleh sebab itu, dalam proses pembuatannya campuran dodol harus diaduk
terus menerus untuk mendapatkan hasil yang baik. Waktu pemasakan dodol kurang
lebih membutuhkan waktu 2-3 jam dan jika kurang dari itu, dodol yang dimasak
akan kurang enak untuk dimakan. Setelah 2 jam, pada umumnya campuran dodol
tersebut akan berubah warnanya menjadi cokelat pekat. Pada saat itu juga campuran dodol tersebut akan mendidih dan
mengeluarkan gelembung-gelembung udara. Untuk selanjutnya, dodol harus diaduk
agar gelembung-gelembung udara yang terbentuk tidak meluap keluar dari kuali
sampai saat dodol tersebut matang dan siap untuk
diangkat. Terakhir, dodol tersebut harus didinginkan dalam periuk yang besar. Untuk
mendapatkan hasil yang baik dan rasa yang sedap, dodol harus berwarna coklat
tua, berkilat dan pekat.
Menurut Turyoni (2007), beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dodol yang dibuat adalah sebagai
berikut :
a. Penimbangan bahan
Penimbangan
bahan harus dilakukan dengan ketat dan menggunakan alat ukur yang standar.
Penimbangan bahan yang tidak tepat akan menyebabkan kegagalan dalam pembuatan
dodol.
b. Kualitas dan penggunaan bahan
Tepung beras
ketan dipilih tepung yang masih baru, tidak berbau apek dan bersih, apabila
tepung ketan yang digunakan sudah lama dan berbau apek maka akan berpengaruh
terhadap rasa dan aroma dodol. Gula yang digunakan dalam pembuatan dodol yaitu
gula merah dalam jumlah yang tepat sesuai dengan ukuran. Penggunaan gula yang
telalu banyak akan menyebabkan warna dodol menjadi coklat kehitaman dan tekstur
menjadi keras. Penggunaan gula yang kurang juga akan mengakibatkan dodol dengan
rasa kurang manis. Santan dipilih dari kelapa yang sudah tua, santan masih
segar dan bersih. Penggunaan santan sesuai dengan ukuran. Penggunaan santan yang
terlalu banyak menyebabkan hasil dodol yang lembek dan cepat tengik. Penggunaan
santan yang kurang akan mengakibatkan rasa dodol kurang gurih dan tekstur dodol
kurang kalis.
c. Suhu dan Lama Pemasakan
Suhu dan lama pemasakan dalam membuat dodol yaitu kurang lebih dua jam
dengan suhu 800C-900C. Apabila pemasakan kurang lama dan
suhu kurang dari 800C maka dodol kurang matang, tekstur
tidak kalis, rasa dan aroma hilang. Setelah adonan masak kemudian dodol
dicetak ke dalam loyang dan didinginkan ±12 jam atau satu malam.
2.5 Bahan Tambahan
a. Tepung beras ketan
Tepung beras ketan
berasal dari penggilingan beras ketan dimana agar mendapatkan hasil yang baik
maka dipih tepung beras ketan yang berwarna putih, kering, halus, tidak bau
apek, buru dan halus, Berfungsi untuk merekatkan adonan (Sahutu, 1994). Beras
ketan mengandung pati sekitar 87 persen dan selebihnya berupa lemak, protein,
serat dn vitamin. Kandungan pati ini terdiri dari dua fraksi utama yaitu
amilosa dan amilopektin (Juliano, 1967). Menurut Winarno (1981) kandungan
amilopektin yang terdapat dalam tepung beras akan menyebabkan kepulenan.
Rasio amilosa dan
amilopektin yang menyusun molekul pati berpengaruh terhadap kekakuan gel yang
dihasilkan pati dengan kadar amilosa tinggi akan menghasilkan gel lebih kaku
dibandingkan dengan kandungan amilosanya rendah. Pada proses pemanasan
disamping terjadi pengembangan granula pati juga akan kehilangan kekompakannya
dan kelautan akan meningkat, serta terjadi pembebasan amilosa yang mempunyai derajat
polimerisasi rendah. Akibatnya larutan akan semakin kental dan bersifat merekat
(Collison, 1968).
Tepung ketan dapat
dihasilkan dengan cara perendaman beras ketan selama 2-3 jam. Setelah itu beras
ketan digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 80 mesh sampai diperoleh
tepung yang halus. Semakin halus tepung semakin baik karena mempercepat proses
pengentalan dodol. Tepung beras memberi sifat kental sehingga membentuk tekstur
dodol menjadi elastic. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan sangat mudah
terjadi gelatinisasi bila ditambahkan dengan air dan memperoleh perlakuan
pemanasan. Hal ini terjadi karena adanya pengikatan hidrogen dan
molekul-molekul tepung beras ketan (gel) yang bersifat kental (Hartati, 1996)
Menurut Meyer
(1961), apabila suspense pati dipanaskan dalam air atau uap, maka akan terjadi
tiga tahap pengembangan granula. Tahap pertama adalah tahap penyerapan air
sebanyak 20-25% dari beratnya dan bersifat reversible. Tahap kedua dengan pemanasan diatas suhu 650C,yang menyebabkan pecahnya granula dan tahap ketiga terjadi pecahnya molekul dimana pati menyerap air lebih banyak yaitu 300-2500%.
sebanyak 20-25% dari beratnya dan bersifat reversible. Tahap kedua dengan pemanasan diatas suhu 650C,yang menyebabkan pecahnya granula dan tahap ketiga terjadi pecahnya molekul dimana pati menyerap air lebih banyak yaitu 300-2500%.
b. Gula
Gula yang digunakan
dalam pembuatan dodol tradisional umumnya adalah gula aren yang umum dikenal
sebagai gula merah. Menurut Sahutu (1994), syarat gula merah yang digunakan
dalam pembuatan dodol yaitu cokelat, kering dan tidak kotor. Fungsi gula merah
dalam pembuatan dodol ini yaitu memberikan aroma, rasa manis, mempercepat
kekentalan, warna cokelat pada dodol, sebagai pengawet, membantu lapisan keras
atau tekstur dodol. Menurut Reine (1985), gula aren adalah hasil olahan dari
nira pohon aren (Arenga piñata). Gula aren dalam kehidupan sehari-hari bagi
orang Indonesia sangat dibutuhkan. Terutama rasa dan aromanya yang khas
sehingga tidak dapat digantikan dengan gula lain. Tingginya gula pereduksi
menyebabkan gula merah bersifat hidroskopis sehingga mudah mencair karena itu
tidak didapat dibiarkan di udara tanpa pengemasan yang baik.
Gula merupakan
senyawa organik penting sebagai bahan makanan. Disamping sebagai bahan makanan,
gula digunakan juga sebagai bahan pengawet makanan. Gula merupakan senyawa
kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat, mempunyai rasa manis dan larut
dalam air, serta mempunyai sifat optis merupakan ciri khas untuk mengenal
setiap jenis gula (Gautara, 1980).
c. Santan Kelapa
Santan kelapa
adalah cairan berwarna putih susu yang diperoleh dengan pemerasan daging buah
kelapa yang telah diparut dengan penambahan air dalam jumlah tertentu. Santan
penting dalam pembuatan dodol karena banyak mengandung minyak sehingga
menghasilkan dodol yang lezat dan membentuk tekstur kalis. Santan dari buah
kelapa (Cocos nucifera) yang
diperoleh dengan cara pemarutan dan memerasnya dengan air. Santan berperan
sebagai pemberi flavor dan mengurangi sifat melekatnya bahan penyusun dodol
lainnya pada wadah pengolahan dodol. Menurut Somaatmaja (1975), santan adalah
minyak dari buah kelapa yang diperoleh dengan cara pengepresan daging buah
bersama air atau tanpa penambahan air. Kelapa yang digunakan adalah buah yang
sudah tua dan tidak busuk agar diperoleh santan yang baik dan jumlah banyak.
Sahutu (1994)
menyatakan bahwa santan yang digunakan dalam pembuatan dodol terdiri dari 2
macam yaitu santan kental dan santan encer. Fungsi santan secara umum
yaitu sebagai penambah cita rasa dan
aroma. Santal kental penting dalam pembuatan dodol karena banyak mengandung
lemak sehingga dihasilkan dodol yang mempunyai cita rasa yang lezat dan
membentuk tekstur kalis. Santan encer berfungsi untuk mencairkan tepung,
sehingga terbentuk adonan dan untuk melarutkan gula.
Sundari (1984),
menyatakan bahwa santan dalam pengolahan bahan makanan dapat berfungsi sebagai
media penghantar panas pada waktu pemasakan, menaikkan kelezatan (polabilitas)
makanan dengan mempertinggi flavor, meminyaki makanan serta peralatan sehingga
adonan tidak lengket pada alat, dan mempertinggi keempukan dodol. Penambahan
ini akan memperbaiki kenampakan dodol dan lebih mengkilap.
2.6 Uji Sensori
Organoleptik
merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan
untuk mempergunakan suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan, sifat yang
menentukan diterima atau tidak suatu produk berdasarkan sifat indrawi.
Penilaian indrawi ini terdiri dari enam tahap yaitu pertama menerima bahan,
mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali
bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut
(Kusmiadi 2008).
Menurut Soekarto (1985) bahwa penilaian
dengan indera yang juga disebut penilaian organoleptik atau sensoris merupakan suatu cara penilailan yang
paling primitif. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai
mutu komoditi pertanian. Penelitian cara ini disenangi karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang-kadang penilaian ini
memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa
hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling
sensitif. Pengujian dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Pengujian
yang paling populer adalah kelompok
pengujian pembedaan (difference
tests) dan kelompok pengujian pemilihan (preference tests). Di samping kedua kelompok pengujian itu, dikenal juga pengujian skala dan pengujian deskripsi. Jika kedua pengujian pertama banyak digunakan dalam
penelitian, analisis proses, dan penilaian hasil akhir, maka dua kelompok pengujian terakhir ini banyak digunakan dalam pengawasan mutu.
a. Metode Perbandingan Berganda
Pengujian organoleptik dengan metode perbandingan berganda ini merupakan
suatu uji tingkat pembedaan. Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
perbedaan dari beberapa sampel yang diujikan dengan sampel pembanding yang
disediakan. Panelis dalam pengujian ini diminta untuk membandingkan sampel
dengan sampel pembanding dan menentukan berapa besar tingkat perbedaan yang
dihasilkan. Pengujian dengan metode ini cenderung lebih sukar karena panelis
diminta untuk memberikan penilaian mengenai seberapa besar tingkat perbedaan
yang dihasilkan jika dibandingkan dengan sampel pembanding. metode perbandingan
berganda merupakan metode yang digunakan untuk melihat pengaruh subsitusi bahan
yang digunakan dalam proses pengolahan, bahan pengemas, perubahan proses
pengolahan maupun pengaruh penyimpanan. Pada metode ini sebuah sampel sebagai
kontrol diberilabel R dan disajikan kepada panelis bersama sampel lain yang
diberi kode angka tiga digit. Panelis diminta membandingkan setiap sampel
berkode dengan R dengan parameter pengamatan yang sama. Empat sampai lima
sampel dapat diuji pada waktu yang bersamaan. Perbedaan yang sedikit antara
sampel dan kontrol akan dapat terdeteksi
(Mahendradatta, 2007).
(Mahendradatta, 2007).
b. Metode Hedonik
Uji hedonik
merupakan suatu kegiatan pengujian yang dilakukan oleh seorang atau beberapa
orang panelis yang mana memiliki tujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan atau
ketidaksukaan konsumen tersebut terhadap suatu produk tertentu. Panelis diminta
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan. Tingkat kesukaan ini
disebut skala hedonik contoh tingkat tersebut adalah seperti sangat suka, suka,
agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka.Uji
hedonik paling sering digunakan untuk menilai komoditi sejenis atau produk
pengembangan secara organoleptik.Jenis panelis yang bisa digunakan untuk
melakukan uji hedonik ini adalah panelis yang agak terlatih dan panelis tidak
terlatih. Penilaian dalam uji hedonik ini bersifat spontan. Ini berarti panelis
diminta untuk menilai suatu produk secara langsung saat itu juga pada saat
mencoba tanpa membandingkannya dengan produk sebelum atau sesudahnya (Gusfahmi,
2011).
Menurut Kartika (1988) tanggapan senang
atau suka sangat bersifat pribadi. Kesan seseorang sebagai petunjuk tentang penerimaan suatu komoditi. Tujuan uji penerimaan
adalah mengetahui apakah suatu komoditi
atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat. Tanggapan senang atau suka harus pula diperoleh dari sekelompok orang yang dapat mewakili pendapat umum atau mewakili suatu populasi
masyarakat tertentu. Dalam kelompok uji penerimaan ini termasuk uji kesukaan
(hedonik) dan uji mutu hedonik. Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian
yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa
senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pengujian ini umumnya
digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap suatu bahan. Panelis
sebaiknya diambil dalam jumlah besar, yang mewakili populasi masyarakat
tertentu.
Skala nilai yang digunakan dapat berupa
nilai numerik
dengan keterangan verbalnya, atau keterangan verbalnya saja dengan kolom yang dapat
diberi tanda oleh panelis. Skala nilai dapat dinilai dalam arah vertikal atau
horizontal. Menurut
Soekarto (1985) di samping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau
kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat
kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “suka”, dapat mempunyai
skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka.
Sebaliknya jika tanggapan itu “tidak suka”, dapat mempunyai skala hedonik
seperti: amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak
suka. Di antara agak suka dan agak suka kadang-kadang ada tanggapan yang
disebut netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (neither like nor dislike) (Kartika, 1988).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pisau, panci, pengaduk kayu, talenan, sendok,
ayakan tepung, gelas ukur, timbangan analitik, mesin penggiling, blender,
kompor, baskom, wajan, oven, cawan, erlemeyer dan pipet tetes.
3.2
Bahan
Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rumput laut (Euchema cottonii),
santan kelapa, gula, tepung ketan, air bersih, aluminium foil, dan kacang hijau
(Phaseolus aureus), aquades,
chloroform, kertas saring, dan larutan H2SO4, NaOH.
3.3 Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen dengan prosedur kerja adalah sebagai berikut :
3.3.1 Prosedur Penelitian
3.3.1.1 Penelitian
Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui perbandingan rumput laut
dan tepung beras ketan yang digunakan dengan jumlah penambahan kacang hijau
untuk memperoleh formulasi yang tepat sehingga diperoleh dodol yang kandungan gizinya
meningkat dan masih dapat diterima dari segi sensori.
3.3.1.2 Penelitian
Utama
Penelitian utama
terpaparkan dalam prosedur pembuatan dodol rumput laut : Santan kelapa
dipersiapkan dengan perbandingan satu butir kelapa ditambahkan 500 cc air
(santan kental). Kemudian santan encer (perasan santan ke 2). Santan kelapa
kental kemudian dipanaskan sampai agak berminyak. Santan encer dibagi 2,
sebagian ditambahkan gula panaskan hingga larut dan sisihkan, sebagiannya lagi
melarutkan tepung beras ketan dan bubur kacang hijau.
Penambahan rumput
laut mensubtitusi sebesar 30-50% dari penggunaan tepung beras ketan yaitu 250
gram dan penambahan Kacang hijau sebesar 30-50% dari jumlah bahan yaitu 250 gr (jumlah
rumput laut + beras ketan). Ditambahkan gula dengan perbandingan 1:2 jumlah
bahan. Di campurkan bahan-bahan tersebut
dimasak sampai adonan homogen, tidak lengket pada alat dan adonan mengkilap.
Adonan kemudian
diaduk, pemasakan dilakukan selama 1-2 jam hingga diperoleh dodol yang tidak
lengket di tangan bila ditekan dengan jari.
Dihancurkan
dengan penambahan air 1:8
|
Diangin-anginkan
selama 40 menit
|
Dikukus
dengan suhu 100-110oC selama 30 menit
|
Disortir
dari kotoran/biji yang rusak
|
Direndam
selama 8 jam
|
Kacang hijau
|
Bubur
Kacang Hijau
|
Gambar 1.
Diagram Pembuatan Bubur Kacang Hijau
Rumput laut kering
(Eucheuma cottonii)
Direndam 3 hari
(penggantian air
tiap 24 jam)
Rumput laut basah
Dipotong-potong
Diblender (penghancuran)
Bubur rumput laut
Gambar 2. Diagram
Pembuatan Bubur Rumput Laut
Pendinginan
270C, t : 2 jam |
Pemasakan dan pengadukan
|
Bubur Rumput Laut & Tepung Ketan
(A1,A2,A3)
|
Pencampuran
|
Santan kental
|
Gula merah
|
Pemanasan
T : 60OC, t : 20 menit |
Bubur Kacang Hijau
(B1,B2)
|
Analisis
Kimia:
-
Kadar protein
-
Kadar serat
-
Kadar Air
-
Kadar Lemak
Uji
Organoleptik
-
Metode Perbandingan berganda (kekenyalan)
-
Metode Hedonik Uji Aceptibitas (Penerimaan)
|
Dodol Rumput laut
|
Gambar 3. Diagram Pembuatan Dodol
dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii)
Penambahan
Kacang Hijau (Phaseolus aureus).
3.3.2 Perlakuan
Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan RAL dua
faktorial. Faktor tersebut adalah perbandingan rumput laut dan beras ketan dan
faktor penambahan rumput laut.
Perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi :
A1 : 50% bubur rumput laut (125 g) + 50% T.beras ketan (125 g)
A2 : 40% bubur rumput laut (100 g) + 60% T.beras ketan (150 g)
A3 : 30% bubur rumput laut (75 g) + 70% T.beras ketan (175 g)
Faktor penambahan
kacang hijau yang terdiri dari
2 taraf yaitu :
B1 : 30% (75 g), B2
: 50% (125 g).
3.3.3
Pengamatan
Pengamatan yang dilakuakn dalam penelitian ini antara lain pengamatan
Objektif meliputi (kadar air, protein, lemak, abu, dan serat ) serta pengamatan
subjektif meliputi (penampakan, bau, dan tekstur)
3.3.4
Metode Analisa
a. Analisa Parameter
Objektif
1.
Analisa Kadar Air
(Sudarmanji,. dkk, 1997)
Pengukuran kadar air sampel dilakukan dengan proses pengeringan. Prosedur
kerja pengukuran kadar air sebagai berikut ;
·
Cawan kosong dan
tutupnya dikeringkan dalam oven selama
15 menit.
15 menit.
·
Ditimbang dengan
cepat kurang lebih 5 gr sampel yang sudah dihomogenkan dalam cawan.
·
Sampel dimasukkan
dalam cawan dan dimasukkan dalam oven selama 3 jam.
·
Cawan didinginkan
3-5 menit. Setelah dingin bahan ditimbang.
·
Bahan dikeringkan
kembali dalam oven 30 menit sampai diperoleh berat konstan atau tetap.
·
Kadar air dihitung
dengan rumus ;
% Kadar Air :
2.
Analisis Kadar
Protein (Sudarmanji,. dkk, 1997)
Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
·
Ditimbang kurang
lebih 0,5 gr sampel. Dimasukkan ke dalam labu khjedhal 100 ml.
·
Ditambahkan kurang
lebih 1 gr campuran selenium dan 10 ml H2SO4 pekat
kemudian dihomogenkan.
·
Didestruksi dalam
lemari asam sampai jernih dan dibiarkan dingin, lalu dituang kedalam labu ukur
100 ml ambil dibilas dengan aquadest.
·
Dibiarkan dingin
kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda tera. Disiapkan penampung yang
terdiri dari dari 10 ml H2BO3 2% tambah 4 tetes larutan
indicator dalam erlemeyer 100 ml.
·
Dipipet 5 ml NaOH
30% dan 100 ml aquadest di suling hingga volume penampung menjadi kurang lebih
50 ml dibilas ujung penyuling dengan aquades kemudian ditampung bersama isinya.
·
Dititrasi dengan
larutan HCL atau H2SO4 0,02 n, perhitungan kadar protein
dilakukan sebagai berikut :
% Kadar Protein
=
Keterangan :
V1 = Volume titrasi
N =
normalitas larutan HCL atau H2SO4 0,02 N
P = faktor pengenceraN =100/5
3. Kadar Lemak (Sudarmadji., dkk,
1997)
Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet. Prosedur kerja
penentuan kadar lemak sebagai berikut :
·
Ditimbang dengan
teliti 1 gr sampel, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi berskala 10 ml,
ditambahkan klorofrom mendekati skala.
·
Kemudian ditutup
rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, himpitkan dengan tanda skala 10 ml dengan
pelarut lemak yang sama dengan memakai pipet lalu dikocok hingga homogen
kemudian disaring dengan kertas saring kedalam tabung reaksi.
·
Dipipet 5 cc kedalam
cawan yang telah diketahui beratnya
(a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama 3 jam.
(a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama 3 jam.
·
Dimasukkan kedalam
desikator ± 30 menit dan ditimbang (b gr)
·
Dihitung kadar
lemak kasarnya dengan rumus sebagai berikut :
% Kadar Lemak =
Keterangan :
p : pengenceran :
10/5 =2
4. Analisis Kadar Serat (Apriyanto
et al., 1989)
·
Bahan ditimbang 1 g
lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi tertutup.
·
Ditambahkan 30 ml H2SO4
0,3 N
·
Diesktraksi dalam
air mendidih selama 30 menit.
·
Ditambahkan 15 ml
NaOH 1,5 N.
·
Diesktraksi dalam
air mendidih selama 30 menit.
·
Disaring kedalam
sintered glass no 1. Dihisap dengan pompa vakum.
·
Dicuci
berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0,3 N,dan 50 ml
alkohol.
·
Dikeringkan selama
8 jam atau dibiarkan bermalam.
·
Didinginkankan
dalam desikator ±30 menit lalu ditimbang (a gr).
·
Diabukan dalam
tanur listrik selama 3 jam pada suhu 5000C.
·
Dibiarkan agak
dingin kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang
(b gr).
·
Perhitungan kadar
serat dilakukan sebagai berikut :
%Kadar serat =
Ket : a = berat bahan sebelum diabukan.
b = berat bahan setelah diabukan.
b. Analisa Parameter Subjektif
Analisa
Parameter Subjektif menggunakan metode perbandingan berganda (skala 9) untuk
mengetahui tingkat kekenyalan produk dan metode hedonik uji aseptibilitas
(skala 5) untuk melihat penerimaan panelis terhadap dodol rumput laut yang
dihasilkan.
3.3.5 Analisa Data
Data hasil pengamatan parameter objektif dilakukan dengan
metode rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan 3 kali ulangan. Di
mana faktor pertama adalah perbandingan rumput laut dan beras ketan dan faktor
kedua jumlah penambahan kacang hijau. Apabila hasilnya berbeda nyata maka akan
dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT) sebagai uji lanjutan.
3.4 Waktu dan Tempat Penelittian
Penelitian ini berlangsung pada tanggal 11-16 November
2013. dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Unpatti Ambon
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Nurlailah. 2011. Modul Teknis Teknologi Pengolahan Dodol
Rumput Laut Citarasa Buah Tropika. Dalam Pelatihan Teknik Produksi Rumput Laut
Badan Diklat Industri Provinsi Sulawesi Selatan.
Adhistiana, R., Rahayu M.P., Ambarwati R.,
Herdiana E., Vivaldy. 2008. Pemanfaatan Rumput Laut Dalam Pembuatan Dodol
Rumput Laut (DORULAT).
http://www.ipb.ac.id
/pembuatan-rumput-laut.html. Tanggal Akses 11 November
2013. Ambon
Adriyani C.T., 2006. Pembuatan Dodol Tape Pisang. Universitas
Negeri Semarang
Almatsier, S. 2009.
Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
Anonim , 2011. Manfaat Kacang Hijau.
http://tipsku.info/manfaat-kacang-hijau/.
Tanggal Akses 11 November 2013. Ambon
Anggadireja,
J.T, Achmad Zatnika, Heri Purwoto, Sri Istini. 2006. Rumput Laut.
Jakarta : Penebar Swadaya
Ariyadi Sugeng, 2006. Pembuatan Dodol Rumput
Laut http://www.kanisiusmedia.com/product/grid/cat/19/Pembuatan-dodol-rumput-laut.html.
Tanggal Akses 11 November 2013. Ambon
Astawan Made,
2005. Kacang Hijau, Antioksidan Yang Membantu Kesuburan Pria. http://www.ipb.ac.id/%7Etpg/de/pubde.php.
Tanggal Akses 11 November 2013. Ambon
Asti L. Hadiman, 2012. Struktur dan Sifat
Karaginan. http://marinamoy.blogspot.com/. Tanggal Akses 11 November 2013.
Ambon
Erna
Hartati, dkk. 1996. Pengembangan Teknologi Proses
Pembuatan Dodol MakananTradisional Sulawesi
Tengah. Departemen Perindustrian BPPI.
Gautara & S.
Wijandi 1981. Dasar Pengolahan Gula I. Jurusan Teknologi Industri,
Fafemeta-IPB.
Gusfahmi A. 2010.Uji Hedonik.
http://achmadgusfahmi.blogspot.com/2010/03/uji-hedonik.html.
Tanggal Akses 11 November 2013. Ambon
Haryati Idrus,. 1994. Pembuatan Dodol.
Balai Besar Penelitian Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Departemen
Industri
Kartika, B, dkk. 1988.
Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan : PAU Pangan dan Gizi. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta
Kasim, S. R. 2004.
Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Dan Lamanya Waktu Pemberian Rumput Laut E. Cottoni
Terhadap Kadar Lipid Serum Darah Tikus. Universitas Brawijaya. Malang.
Meta Mahendradatta, 2007. Modul Perkuliahan Analisa
Sensori. Ilmu dan Teknologi Pangan ; Universitas Hasanuddin.Makassar.
Purwanti, 2008, Kandungan dan Khasiat Kacang Hijau. http://www.forumkami.net/fitness/34709-kandungan-nutrisi-kacang-hijau.html.
Tanggal Akses 11 November 2013. Ambon
Reine, S. 1985. Pengembangan Cara Pengolahan Nira Aren Menjadi Gula.
Departemen Perindustrian, Manado.
Soekarto, S. T. 1985.
Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara:
Jakarta.
Sundari. 1984. Teknologi Pangan Perusahaan Jenang Ny. Nira. Ponorogo.
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Susanto, T
dan Budi Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : PT.
Bina Ilmu Surabaya.
Suyanti Satuhu, Sunarmani. 2004. Membuat Aneka Dodol Buah. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Tabel Komposisi Pangan Indonesia (TKPI). 2008. Tabel Komposisi Pangan
Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.
Turyoni, D,. 2007. Pengaruh Penambahan Gula Kelapa Terhadap Kualitas
Dodol Tapai Kulit Singkong (Casava). Universitas Negeri Semarang
Winarno, F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta :
Pustaka Harapan.
Wisnu R. A., 2010. Analisa Komposisi Nutrisi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dengan Proses Pengeringan
Berbeda. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Yartati, 2005. Manfaat Kacang Hijau Untuk Kesehatan. http://www.wikimu.com/News/News-Tag.aspx?t=kacang+hijau.
Tanggal Akses 11 November 2013. Ambon
penelitianmu??? yakin??????
BalasHapus